Bahasa dan Keragaman Hayati: Hubungan Biokultural

Oleh Hadirman

Dalam Routledge Handbook of Ecolinguistics,Tove Skutnabb-Kangas dan DavidHarmon (2017) berjudul Biological diversity and language diversity: Parallels and differences “Keanekaragaman Hayati dan Keanekaragaman Bahasa: Paralel dan Perbedaan”membahas hubungan antara keanekaragaman hayati dan keanekaragaman bahasa.  Berdasarkan hubungan kekuasaan yang menentukan siapa yang memiliki definisi bahasa yang sah, bab ini menganalisis berbagai definisi ekologi bahasa (menekankan aspek ekologis), ekolinguistik (menekankan aspek linguistik), dan keragaman bahasa/linguistik.

Tove Skutnabb-Kangas dan DavidHarmon (2017) juga membahas hubungan antara keragaman linguistik dan biologis (biokultural), serta definisi dan evaluasi keanekaragaman hayati.  Hasil penilaian saat ini menunjukkan bahwa kedua jenis keragaman ini hilang dengan cepat.  Selain itu, bab ini membahas beberapa analogi dan perbedaan antara ecocide (kerusakan lingkungan) dan linguicide (kepunahan bahasa).  Akhirnya, diskusi dilakukan tentang tren masa depan dan metode yang mungkin untuk mencegah kepunahan massal bahasa dan spesies yang disebabkan oleh manusia.  Studi Indonesia lain menunjukkan relevansinya.  Misalnya, studi tentang cerita rakyat Kalimantan Timur menunjukkan betapa pentingnya memasukkan keanekaragaman hayati dalam konteks budaya lokal. Untuk mempromosikan keanekaragaman hayati dan menanamkan kearifan lokal, modul pembelajaran di Purworejo menggunakan bahasa komunikatif yang sesuai dengan kemampuan siswa (Adinugraha & Ratnapuri, 2020). Leksono (2010) menambahkan bahwa bahasa dan hayati saling terkait karena kriteria keanekaragaman hayati sering dikaitkan dengan keragaman kelompok etnik dan pengguna bahasa daerah.

Mangunjaya (2006) menekankan bahwa melakukan perbandingan antara keanekaragaman flora dan fauna hutan dengan pengetahuan manusia menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara bahasa yang digunakan untuk memahami lingkungan dan alam. Dalam konteks ini, konservasi lingkungan dan ekolinguistik harus dilakukan bersamaan melalui pendekatan lintas disiplin. Pelestarian bahasa bukan hanya tujuan budaya; itu juga strategi ekologi, karena bahasa mengkomunikasikan pengetahuan lokal tentang pengelolaan alam yang sustainable. Jadi, kita semua harus melindungi bahasa dan alam, terutama di Indonesia, yang memiliki banyak bahasa daerah dan keanekaragaman hayati.

Daftar Pustaka

Adinugraha, F., & Ratnapuri, A. (2020). Modul keanekaragaman hayati dengan pendekatan kearifan lokal dan budaya di Kabupaten Purworejo. SAP (Susunan Artikel Pendidikan)5(1), 26-33.

Leksono, A. S. (2010). Keanekaragaman hayati. Universitas Brawijaya Press.

Mangunjaya, F. M. (2006). Hidup harmonis dengan alam: esai-esai pembangunan lingkungan, konservasi, dan keanekaragaman hayati Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sari, N. A. (2022). Pengenalan ragam keanekaragaman hayati dalam cerita rakyat Kalimantan Timur. Diglosia: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya5(1s), 247-260.

Skutnabb-Kangas, T., & Harmon, D. (2017). Biological diversity and language diversity: Parallels and differences. In The Routledge Handbook of Ecolinguistics (1st ed., p. 15). Routledge.

Setiawan, A. (2022). Keanekaragaman hayati Indonesia: Masalah dan upaya konservasinya. Indonesian Journal of Conservation11(1), 13-21.

Nurmasari, N., Syamswisna, S., & Tenriawaru, A. B. (2022). Kelayakan ensiklopedia pada submateri pemanfaatan keanekaragaman hayati dari hasil etnobotani tumbuhan obat. Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi5(2), 85-92.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top