Hadirman
Pendahuluan
Krisis ekologis dewasa ini menjadi salah satu tantangan terbesar umat manusia. Bencana alam, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan memperlihatkan ketidakseimbangan relasi antara manusia dan alam. Dalam konteks ini, pendidikan memiliki peran strategis sebagai wadah pembentukan kesadaran ekologis sejak dini. Nilai-nilai keagamaan, khususnya dalam Islam, mengajarkan keseimbangan (tawazun) dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah fil ardh (Barizi dan Yufarika 2025). Prinsip ini menegaskan bahwa menjaga kelestarian alam merupakan bagian dari keimanan dan ibadah.
Menurut Dewi (2021), pendidikan Islam yang diintegrasikan dengan nilai-nilai ekologi mampu melahirkan generasi yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak ekologis. Pembelajaran semacam ini menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan manusia terhadap alam memiliki dimensi moral dan spiritual. Dengan demikian, kurikulum pendidikan perlu diarahkan untuk menghubungkan pengetahuan agama dengan kesadaran ekologis agar peserta didik mampu berperilaku berkelanjutan sesuai ajaran Islam.
Landasan Teoretis dan Konseptual
Ekoteologi dalam Perspektif Pendidikan Islam
Ekoteologi Islam berangkat dari pandangan bahwa alam semesta adalah ciptaan Tuhan yang memiliki nilai intrinsik dan harus dipelihara dengan penuh tanggung jawab. Prinsip amanah, ihsan, dan tawazun menjadi fondasi moral yang mendorong manusia menjaga keseimbangan ekosistem (N. Kholis dan Karimah 2017). Dalam pendidikan Islam, konsep ini dapat diterapkan melalui kurikulum yang mengajarkan hubungan harmonis antara manusia, Tuhan, dan alam.
Zalukhu (2025) menambahkan bahwa ekoteologi kontekstual perlu dikembangkan melalui dialog antara nilai-nilai agama dan kearifan lokal. Dalam tradisi Manugal Dayak, misalnya, aktivitas bertani dilandasi oleh nilai spiritual untuk menjaga harmoni dengan alam. Pendekatan seperti ini dapat menjadi inspirasi bagi pendidikan Islam dalam mengembangkan etika lingkungan yang berkelanjutan.
Teori Integrasi Kurikulum
Integrasi kurikulum merupakan upaya untuk menggabungkan berbagai bidang pengetahuan agar siswa memperoleh pemahaman yang holistik. Dalam konteks ekologi dan agama, integrasi ini dilakukan dengan mengaitkan ajaran Islam mengenai lingkungan dengan praktik pembelajaran di sekolah (Wulandari 2024). Model ini memungkinkan siswa memahami bahwa ilmu pengetahuan dan ajaran agama tidak terpisah, melainkan saling melengkapi dalam membentuk kesadaran ekologis.
Wachidah et al. (2024) menekankan bahwa integrasi kurikulum yang mengandung nilai budaya lokal juga memperkuat dimensi sosial dan emosional siswa terhadap alam. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya bersifat kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik dalam membangun sikap peduli lingkungan.
Praktik Integrasi Ekologi dan Agama di Sekolah
Penelitian Wildan (2024) menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai ekologis dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dasar mampu menumbuhkan perilaku peduli lingkungan. Misalnya, siswa diajak memahami konsep kebersihan sebagai bagian dari iman, menanam pohon sebagai bentuk sedekah, dan menjaga air sebagai amanah Tuhan.
Sementara itu, Mahmud, Maisyanah, dan rekan (2024) mengamati bahwa di Sekolah Menengah Pertama Bina Karya Surabaya, pembelajaran PAI berwawasan ekologi berhasil menumbuhkan kesadaran spiritual dan tanggung jawab ekologis secara bersamaan.
Nilai-nilai ekologis banyak terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis. Misalnya, larangan berbuat kerusakan di bumi (QS. Al-A’raf [7]:56) dan perintah menebarkan kemaslahatan. Habibah et al. (2025) menunjukkan bahwa integrasi nilai-nilai tersebut dalam kurikulum madrasah dapat membangun tanggung jawab konservasi alam di kalangan siswa.
Barizi dan Yufarika (2025) juga menegaskan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam mengandung pesan pendidikan yang menuntun manusia untuk berperilaku ekologis secara spiritual dan etis.
Integrasi nilai agama dan ekologi tidak dapat dipisahkan dari konteks budaya lokal. Wachidah et al. (2024) menemukan bahwa nilai-nilai budaya Madura, seperti gotong royong dan penghormatan terhadap alam, dapat diintegrasikan dalam Kurikulum Merdeka untuk memperkuat kesadaran ekologis.
Pendekatan ini memperlihatkan bahwa integrasi agama dan ekologi tidak hanya berbasis teologi, tetapi juga sosial-budaya. Dengan memadukan spiritualitas dan kearifan lokal, pendidikan dapat menciptakan model pembelajaran yang kontekstual dan bermakna.
Dampak dan Tantangan Implementasi
Integrasi ekologi dalam pendidikan agama Islam memberikan dampak positif dalam pembentukan karakter siswa. Mahrus (2024) menemukan bahwa siswa yang terlibat dalam pembelajaran PAI berbasis ekologi menunjukkan peningkatan kepedulian terhadap lingkungan, seperti menghemat air, mengurangi penggunaan plastik, dan menjaga kebersihan sekolah.
Dewi (2021) menambahkan bahwa pendekatan ini juga menumbuhkan rasa syukur dan empati terhadap makhluk hidup lain, sehingga membangun etika ekologis yang bersifat spiritual dan sosial.
Kendati demikian, implementasi integrasi ekologi dan agama dalam kurikulum masih menghadapi berbagai tantangan. Wulandari (2024) menyoroti keterbatasan sumber daya guru, belum adanya panduan kurikulum yang baku, serta minimnya pelatihan tentang pendidikan ekologi berbasis teologi.
Selain itu, paradigma pendidikan yang masih berorientasi pada kognisi perlu diarahkan kembali agar menekankan dimensi praksis dan nilai-nilai kehidupan berkelanjutan. Tanpa perubahan paradigma ini, pendidikan Islam berpotensi kehilangan daya transformasinya dalam membentuk generasi ekologis.
Kesimpulan
Integrasi ekologi dan agama dalam kurikulum pendidikan Islam merupakan langkah strategis dalam membangun kesadaran ekologis berbasis spiritualitas. Konsep khalifah fil ardh dan prinsip keseimbangan alam menjadi fondasi teologis untuk menumbuhkan tanggung jawab ekologis di kalangan peserta didik.
Model integrasi yang menggabungkan ajaran Islam, kearifan lokal, dan pendekatan tematik memungkinkan terciptanya proses pendidikan yang lebih holistik. Dengan dukungan guru yang kompeten, kebijakan kurikulum yang adaptif, serta kolaborasi lintas disiplin, pendidikan Islam dapat menjadi agen perubahan dalam menghadapi krisis ekologi global.
Daftar Pustaka
Barizi, A., dan S. D. A. D. Yufarika. 2025. “Ekologi dalam al-Quran dan Hadis: Implikasinya terhadap Kurikulum Pendidikan Islam.” Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam 14(1): 45–60.
Dewi, R. 2021. “Integrasi Pendidikan Islam dalam Implementasi Ekologi.” Jurnal Sustainable 2(3): 101–112.
Habibah, W., A. R. Sofa, A. Aziz, dan I. Bukhori. 2025. “Integrasi Nilai-Nilai Al-Qur’an dan Hadits dalam Pendidikan untuk Membangun Tanggung Jawab Konservasi Alam di Madrasah Ibtidaiyah Ihyaul Islam Pakuniran.” Jurnal Budi Pekerti Agama 7(1): 33–47.
Kholis, N., dan R. Karimah. 2017. “Aksi Budaya Teo-Ekologi melalui Integrasi Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup.” Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam 17(2): 299–315.
Mahmud, A., M. Maisyanah, dkk. 2024. “Integrasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Ekologi di Sekolah Menengah Pertama Bina Karya Surabaya.” Jurnal Pendidikan Islam dan Sains 8(1): 71–83.
Mahrus, M. 2024. “Transformasi Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesadaran Ekologis pada Siswa.” Dirosat: Journal of Islamic Studies 6(1): 88–103.
Wachidah, L. R., A. Albaburrahim, dkk. 2024. “Integrasi Pendidikan Karakter Bermuatan Lokal Madura sebagai Penguatan Kesadaran Ekologi pada Kurikulum Merdeka.” Jurnal Pendidikan Lokalitas 5(2): 55–67.
Wildan, W. 2024. “Integrasi Nilai-Nilai Ekologis dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar.” Khidmat 3(1): 1–15.
Wulandari, C. E. 2024. “Model Integrasi Pembangunan Berkelanjutan dalam Kurikulum Pendidikan Islam dan Tantangan Implementasinya.” TarbiyahMU 6(2): 22–38.
Zalukhu, A. 2025. “Integrasi Ekoteologi Kontekstual dalam Pendidikan Kristen dan Kearifan Manugal Dayak untuk Etika Lingkungan Berkelanjutan.” Indonesian Research Journal on Education 9(1): 12–27.
